Aku menulis ini
untuk menyatakan terimakasih padamu alih-alih ucapan selamat tinggal. Mungkin aku
sempat memilikimu, dan yah, kamu pun sempat memilikiku. Aku kerap bertanya pada
bintang dan bahkan pada awan kelabu, atau sekadar titik air hujan tentang…
kamu. Kapan kita akan bertemu kembali? Di mana kita akan kembali bersama? Aku tak
hanya sekedar merindu, juga aku tak sekedar ingin memelukmu lembut.
Aku ingin terus
berada di sisimu.
“Kamu sudah
pernah ada di sini saja sudah cukup.” Itu kataku padamu malam itu.
Aku bohong. Itu bukan
kata-kataku sendiri, aku meminjam kata-kata penulis terkenal. Di hatiku aku
ingin kamu terus bersamaku, dan menemaniku membawa lampu lilin temaram untuk
menerangi langkahku.
Tapi, takdir
berkata lain, bagaimana bisa aku akan terus bersamamu? Sementara kamu tidak
pernah membalas tatapan mataku. Aku lelah terus mendorongmu dari bawah, dan
mencurahkan cintaku hanya demi cinta bertepuk sebelah tangan.
Aku terus
menunggu.
Tapi, besok hari
pernikahanku.
Akhirnya, aku
harus menikah dan meninggalkanmu.
Terimakasih,
Melia. Benar katamu, itulah kenapa kamu menolakku bahwa selalu ada akhir dari
sebuah pertemuan. Sekarang aku tahu itu.
Aku masih
mencintaimu.
-ROSA-