Dia jatuh,
lunglai, dan pingsan. Dengan segala kemampuannya untuk menopang jiwanya, ia
dikalahkan tubuh yang lemah. Aku berlari menghampirinya. Dia tidak sendiri, aku
berkata pada diri sendiri berulang kali. Aku berada di sini untuk bersamamu.
“Damia! Damia!”
seruku. Ia tak kunjung bangun.
Aku mencari-cari
di saku bajunya, mencoba menemukan kunci apartemennya. Dia mendesah, “Mich…
Mich…” dia memandang mataku.
“Bentar.” Aku menemukan
kunci apartemennya. Aku menyeret Damia masuk dan mendudukkannya di sofa ruang
tamu.
“Thanks, Mich.” Desahnya,
“Aku pikir aku akan mati di depan sana.”
“Sst!” aku
menyodorkan segelas air putih padanya.
Dia meminumnya
sembari meneteskan air mata. Aku tercengang memandangnya.
“Kamu kenapa?”
tanyaku.
“Aku … tersesat.”
Jawabnya.
“Apa?” aku tak
mengerti dengan apa yang dia katakan.
“Aku hamil,
Mich! Hamil!” serunya. “Aku benar-benar tersesat! Setan menyesatkanku.”
“Apa, Damia?”
“Darren tidak
akan bertanggung jawab!”
“Damia, biar aku
ikut tersesat denganmu! Aku mencintaimu!” begitu saja terlontar dari mulutku.
“Mich… apa yang
kamu…,” Damia membelalakan mata, “Micha! Are you crazy?”
“I’m not.” Jawabku
singkat.
“Tidak. Kamu
perempuan!”
“Aku akan
bersamamu, walaupun dunia menggelap dan semua orang melihatku sebagai orang
gila!”
Hening.
Damia,
I’m LOST in YOU.
#FF2in1 -- Inspired by: Lost - Michael Bubble