Thursday, September 13, 2012

[FLASH FICTION] God, You Can't!




“Try to move me, you, dummy!” I said so loudly to make his ears hurt.
Yes, you couldn’t move me even an inch. This was so true. I told you. This was the truth. I was not talking non sense. I was not standing here to be moved. Yes, I was alive not to be moved. I was a man who couldn’t be moved. I swore to the God.
I saw that girl when she came to me, walking and laughing so hard with her bunch of friends. I saw her face, stared at her, to the point it might form a hole in her face. Yes, I was not talking a lie, you idiot! I told you the truth! You didn’t know how beautiful she was back then. Let me show you how a girl like her could be so beautiful. She had long black hair, blue eyes, and a yellowish skin. You couldn’t find her in hell!
I swore!
“You need to move…” the man said to me. I thought he was a police man. “To the heaven.”
“I can’t.” I said, “I need to meet her. I need to wait her.” I begged to that man.
“You can’t.” He said, “You have died, Mr. Jack.” He continued.
“How could? Don’t say stupid thing! I saw her just now. I need to meet her again.” I screamed.
“When you saw her, Mr. Jack…,” he sighed, “that was when you got hit by the car, right in this corner.” He said. “I am an angel from heaven. Just come with me.”
“I said I’m a man who can’t be moved!”
I said.
I had said….
You couldn’t move me….

Ana Hening
(277 words) / Inspired by The Script's The man Who Can't Be Moved

[FLASH FICTION] Di Bawah Payung Hujan


 
Kopi di cangkir semakin dingin sementara aku masih sibuk memandangi jalanan basah di depan kafe ini. Aku tidak pernah tahu aku tengah menunggui apa. Aku tidak pernah mengerti hal terdalam seperti apa yang tengah aku tunggui. Yang aku tahu aku tengah membayangkan dirimu kembali padaku dan duduk di depanku, bersama-sama berbagi gelak tawa dalam dua cangkir kopi hangat.
Hari itu kamu memintaku untuk selalu mengingatmu meski hanya sebentuk kilasan cahaya di ingatanku. Hari terakhir kita bersua di mana kita berteduh di kafe ini selagi menuggu hujan reda. Tidak ada perasaan terdalam selain perasaan ingin memelukmu, tapi urung terjadi ketika kamu sudah melangkah mundur untuk meninggalkanku. Aku terdiam dalam kesendirian dan kenestapaan.
Kamu tidak pernah mengerti bahwa aku pernah ada di sini. Apakah salah bagiku untuk selalu menunggu cintamu. Apakah salah hingga saat kau tak kembali, aku akan mengenangmu di hati saja?
Aku terus menanyai hujan yang semakin deras. Apakah mungkin kalian bersua di surga sana?
Dari pojok jalan aku seakan melihatmu tengah berjalan goyah di bawah payung dengan sayap tersamar di punggungmu.
Mungkinkah jika aku bermimpi…
Salahkah tuk menanti…

Ana Hening
(179 words) / Inspired by Peter Pan's Yang Terdalam