Thursday, September 20, 2012

[FLASH FICTION] Unconditional Love


Aku menulis ini untuk menyatakan terimakasih padamu alih-alih ucapan selamat tinggal. Mungkin aku sempat memilikimu, dan yah, kamu pun sempat memilikiku. Aku kerap bertanya pada bintang dan bahkan pada awan kelabu, atau sekadar titik air hujan tentang… kamu. Kapan kita akan bertemu kembali? Di mana kita akan kembali bersama? Aku tak hanya sekedar merindu, juga aku tak sekedar ingin memelukmu lembut.
Aku ingin terus berada di sisimu.
“Kamu sudah pernah ada di sini saja sudah cukup.” Itu kataku padamu malam itu.
Aku bohong. Itu bukan kata-kataku sendiri, aku meminjam kata-kata penulis terkenal. Di hatiku aku ingin kamu terus bersamaku, dan menemaniku membawa lampu lilin temaram untuk menerangi langkahku.
Tapi, takdir berkata lain, bagaimana bisa aku akan terus bersamamu? Sementara kamu tidak pernah membalas tatapan mataku. Aku lelah terus mendorongmu dari bawah, dan mencurahkan cintaku hanya demi cinta bertepuk sebelah tangan.
Aku terus menunggu.
Tapi, besok hari pernikahanku.
Akhirnya, aku harus menikah dan meninggalkanmu.
Terimakasih, Melia. Benar katamu, itulah kenapa kamu menolakku bahwa selalu ada akhir dari sebuah pertemuan. Sekarang aku tahu itu.
Aku masih mencintaimu.
 
-ROSA-


[FLASH FICTION] OH, CRAP!


Aku tidak bisa berhenti menatapnya. Benar-benar tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Dari dalam kamarku aku masih terus mencuri pandang. Dia bukan tipeku, bukan pula seseorang yang akan aku kencani. Hanya saja, aku tidak bisa berhenti menurunkan pandanganku. Aku terdiam dengan mulut ternganga. Dia begitu mempesona. Ini gila. Gila sekali, umpatku.
Dari mana dia datang? Kenapa dia bisa begitu saja berdiri di halaman depan rumah? Siapa dia? Aku melihatnya kembali ke dalam mobil, aku segera mengambil pena dan kertas seadanya. Oh Tuhan, aku masih membayangkan bentuk tubuh rampingnya, dan mungkin otot-otot perut yang luar biasa sixpack.
Aku menuliskan beberapa nomor ke dalam kertas itu dan berlari menuju halaman depan. Aku mengetok pintu mobil.
“Hai.” Sapaku.
“Ya?” jawabnya, “Bi?”
“Bagaimana… kamu bisa… tahu?” aku bertanya setengah tersengal-sengal.
“Oh hai, James, kamu sudah kenal Bi?” suara mama tepat di belakang punggungku. “Hai, Bi, ini James.” Mama membuka pintu mobil sebelah sopir.
“Apa maksudnya?” aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi.
“Aku pacar baru mamamu.” Jawab pria yang ternyata bernama James itu. “Baik-baik ya Bobi di rumah. Aku pinjam mamamu dulu.”
Aku terhenyak ketika mobil itu berlalu dari halaman depan. Aku memandang secarik kertas yang telah kuremas, yang bertuliskan:
HI, CALL ME MAYBE,
0812345xxx
BOBI
OH, CRAP!


#FF2in1
inspired by: Call Me Maybe - Carly Rae Jepsen